HTML


Minggu, 15 Juni 2014

Resensi Film The Iron Lady

RISENSI FILM The Iron Lady

Siapa bilang wanita tidak bisa memimpin pemerintahan sebuah negara? Salah satu bukti nyata dan sosok legendaris yang menepis anggapan tersebut adalah Margaret Thatcher. Sebagai seorang wanita yang ambisius, Thatcher telah berhasil menjadi Perdana Menteri wanita pertama di Inggris dan masa jabatannya pun terhitung paling lama di abad 20 ini, yaitu dari 4 Mei 1979 hingga 28 November 1990. Kebijakan ketat yang bertolak belakang dengan serikat buruh, serta kegigihannya dalam menentang Uni Soviet membuat Thatcher mendapat panggilan “Iron Lady”. Dari panggilan inilah judul film garapan Phyllida Lloyd diambil.
Film The Iron Lady menceritakan tentang kehidupan Margaret sejak masa remaja hingga beranjak menjadi wanita tua yang mengidap dementia. Semasa remaja, Margaret selalu tertarik mendengar pidato-pidato politik ayahnya yang pada saat itu menjabat sebagai anggota dewan kota. Wanita yang terlahir di keluarga kelas menengah ini pun terinspirasi untuk berkarir di dunia politik melalui partai konservatif dan berjuang untuk memperoleh tempat di gedung parlemen Inggris. Tentunya, perjuangannya ini tidak berjalan dengan mulus. Dalam dunia yang masih didominasi oleh pria, kehadiran dan setiap pendapat yang dilontarkan dengan tegas oleh Margaret sering kali diremehkan. Namun, dengan dukungan suaminya, Denis, Margaret pun berhasil memanjat tangga kesuksesan politik hingga menjabat sebagai seorang Perdana Menteri.

Karir Margaret sebagai seorang Perdana Menteri dihiasi dengan beragam tantangan keras yang menguji kegigihan, keberanian, dan ketegasannya sebagai seorang pemimpin. Dalam film ini, Lloyd memasukkan kejadian-kejadian krusial selama masa jabatan Margaret, dari peningkatan jumlah pengangguran dan anggaran ketat yang membawa kepada kerusuhan Brixton di tahun 1981, perang Falklands di tahun 1982, demonstrasi penambang dari tahun 1984 hingga 1985, hingga pengeboman Grand Hotel di Brighton pada saat Konferensi Partai Konservatif 1984 yang hampir merenggut nyawa Margaret dan Denis.

Pemilihan Alur Cerita yang Menarik

Sejak Batman Begins yang digarap oleh Christopher Nolan pada tahun 2005, saya belum menemukan film yang menggunakan alur maju-mundur dengan sangat sempurna, sampai akhirnya The Iron Lady muncul. Film ini diawali dengan penggambaran Margaret yang telah berusia 86 tahun dan menderita dementia, halusinasi, serta kondisi fisik yang menurun akibat usia tua. Selama jalannya film, Margaret tua yang mulai mengingat-ingat perjalanan karir politiknya menjadi pusat cerita. Transisi antara penggambaran masa sekarang dengan memori-memori di masa lalu berhasil dieksekusi dengan baik dan meminimalisasi tingkat kebingungan penonton.
Make-up yang digunakan oleh Meryl Streep untuk menggambarkan versi tua Margaret pun terlihat sangat realistis, begitu juga dengan aktingnya. Kebolehan aktris asal New Jersey, Amerika Serikat, ini memang tidak perlu dipertanyakan lagi. Apalagi jumlah nominasi dan penghargaan yang telah diraihnya bahkan sudah terlalu banyak untuk disebutkan satu per satu dalam artikel ini. Ia telah meraih dua Academy Award, delapan Golden Globe, dua Emmy Awards, dan masih banyak lagi. Dengan segudang prestasi tersebut, Streep menjadi senjata jitu untuk memastikan penggambaran sosok legendaris Inggris tersebut dieksekusi dengan sempurna. Setiap pelafalan kata dalam aksen Inggris dan emosi yang dimunculkan, dari hasrat yang menggebu untuk menaklukkan dunia politik di Inggris hingga setiap kesedihan dan kemarahan, terasa sangat nyata.
Sayangnya, tidak semua orang menanggapi film ini secara positif. Sejumlah anggota keluarga dan pendukung Margaret dikabarkan telah mengungkapkan ketidaksenangannya terhadap penggambaran Margaret tua yang terlihat rapuh dan linglung. Walaupun begitu, bagi saya pribadi, The Iron Lady merupakan film drama sejarah yang patut ditonton. Apalagi film ini menunjukkan perjuangan gigih seorang wanita untuk menjadi pemimpin yang tegas di Inggris. Jadi, siapa bilang wanita tidak bisa memimpin?
Tanggal rilis:
13 Januari 2012
Genre:
Drama, Biografi
Durasi:
105 menit
Sutradara:
Phyllida Lloyd
Pemeran:
Meryl Streep, Jim Broadbent, Richard E. Grant, Anthony Head
Studio:
UK Film Council, Canal+

Tidak ada komentar:

Posting Komentar