RISENSI FILM
The Iron Lady
Siapa bilang wanita tidak bisa memimpin pemerintahan
sebuah negara? Salah satu bukti nyata dan sosok legendaris yang menepis
anggapan tersebut adalah Margaret Thatcher. Sebagai seorang wanita yang
ambisius, Thatcher telah berhasil menjadi Perdana Menteri wanita pertama di
Inggris dan masa jabatannya pun terhitung paling lama di abad 20 ini, yaitu dari
4 Mei 1979 hingga 28 November 1990. Kebijakan ketat yang bertolak belakang
dengan serikat buruh, serta kegigihannya dalam menentang Uni Soviet membuat
Thatcher mendapat panggilan “Iron Lady”. Dari panggilan inilah judul film
garapan Phyllida Lloyd diambil.
Film The Iron Lady menceritakan tentang
kehidupan Margaret sejak masa remaja hingga beranjak menjadi wanita tua yang
mengidap dementia. Semasa remaja, Margaret selalu tertarik mendengar
pidato-pidato politik ayahnya yang pada saat itu menjabat sebagai anggota dewan
kota. Wanita yang terlahir di keluarga kelas menengah ini pun terinspirasi
untuk berkarir di dunia politik melalui partai konservatif dan berjuang untuk
memperoleh tempat di gedung parlemen Inggris. Tentunya, perjuangannya ini tidak
berjalan dengan mulus. Dalam dunia yang masih didominasi oleh pria, kehadiran
dan setiap pendapat yang dilontarkan dengan tegas oleh Margaret sering kali
diremehkan. Namun, dengan dukungan suaminya, Denis, Margaret pun berhasil
memanjat tangga kesuksesan politik hingga menjabat sebagai seorang Perdana
Menteri.
Karir Margaret sebagai seorang Perdana Menteri
dihiasi dengan beragam tantangan keras yang menguji kegigihan, keberanian, dan
ketegasannya sebagai seorang pemimpin. Dalam film ini, Lloyd memasukkan
kejadian-kejadian krusial selama masa jabatan Margaret, dari peningkatan jumlah
pengangguran dan anggaran ketat yang membawa kepada kerusuhan Brixton di tahun
1981, perang Falklands di tahun 1982, demonstrasi penambang dari tahun 1984
hingga 1985, hingga pengeboman Grand Hotel di Brighton pada saat Konferensi
Partai Konservatif 1984 yang hampir merenggut nyawa Margaret dan Denis.
Pemilihan Alur Cerita yang Menarik
Sejak Batman Begins yang digarap oleh
Christopher Nolan pada tahun 2005, saya belum menemukan film yang menggunakan
alur maju-mundur dengan sangat sempurna, sampai akhirnya The Iron Lady
muncul. Film ini diawali dengan penggambaran Margaret yang telah berusia 86
tahun dan menderita dementia, halusinasi, serta kondisi fisik yang menurun
akibat usia tua. Selama jalannya film, Margaret tua yang mulai mengingat-ingat
perjalanan karir politiknya menjadi pusat cerita. Transisi antara penggambaran
masa sekarang dengan memori-memori di masa lalu berhasil dieksekusi dengan baik
dan meminimalisasi tingkat kebingungan penonton.
Make-up yang digunakan oleh Meryl Streep untuk
menggambarkan versi tua Margaret pun terlihat sangat realistis, begitu juga
dengan aktingnya. Kebolehan aktris asal New Jersey, Amerika Serikat, ini memang
tidak perlu dipertanyakan lagi. Apalagi jumlah nominasi dan penghargaan yang
telah diraihnya bahkan sudah terlalu banyak untuk disebutkan satu per satu
dalam artikel ini. Ia telah meraih dua Academy Award, delapan Golden Globe, dua
Emmy Awards, dan masih banyak lagi. Dengan segudang prestasi tersebut, Streep
menjadi senjata jitu untuk memastikan penggambaran sosok legendaris Inggris
tersebut dieksekusi dengan sempurna. Setiap pelafalan kata dalam aksen
Inggris dan emosi yang dimunculkan, dari hasrat yang menggebu untuk menaklukkan
dunia politik di Inggris hingga setiap kesedihan dan kemarahan, terasa sangat
nyata.
Sayangnya, tidak semua orang menanggapi film ini
secara positif. Sejumlah anggota keluarga dan pendukung Margaret dikabarkan
telah mengungkapkan ketidaksenangannya terhadap penggambaran Margaret tua yang
terlihat rapuh dan linglung. Walaupun begitu, bagi saya pribadi, The
Iron Lady merupakan film drama sejarah yang patut ditonton. Apalagi film
ini menunjukkan perjuangan gigih seorang wanita untuk menjadi pemimpin yang
tegas di Inggris. Jadi, siapa bilang wanita tidak bisa memimpin?
Tanggal rilis:
13 Januari 2012
Genre:
Drama, Biografi
Drama, Biografi
Durasi:
105 menit
105 menit
Sutradara:
Phyllida Lloyd
Phyllida Lloyd
Pemeran:
Meryl Streep, Jim Broadbent, Richard E. Grant, Anthony Head
Meryl Streep, Jim Broadbent, Richard E. Grant, Anthony Head
Studio:
UK Film Council, Canal+
UK Film Council, Canal+
Tidak ada komentar:
Posting Komentar